CeritaNafsuSex69 - Terbangun aku mendengar Kak Rani bercerita riuh dengan lawan bicaranya di ponsel sambil duduk di meja rias kamarnya. Ku lirik jam di dinding kamar ini yang terlihat kabur jarumnya, menunjuk angka 9 dan 10. Berarti sampai mendekati hampir tengah malam aku telah beristirahat di kamar Kak Rani.
Bergerak mengangkat selimut aku bergeser ke kiri ke arah kamar mandi di dalam kamarnya sambil menoleh kiri kanan mencari celana dalamku. kutemukan tergeletak di dekat kursi kecil yang dipakai duduk Kak Rani, kubiarkan tubuhku berdiri meneruskan langkah kaki ke kamar mandi.
Kuraih sabun mandi dan shampoo di wastafel, aku beranjak ke bathup di ujung kamar mandi. Kuputar keran panas dan dingin, kucari kombinasi air hangat yang bakal kupakai berendam. Ahg, memang air hangat tersebut serasa memijat kakiku, dan kubiarkan diriku perlahan-lahan terbenam hingga leherku.
Dari celah pintu yang setengah tertutup itu aku mendengar Kak Rani masih bercerita seru adegan ranjang yang dinikmatinya bersamaku tadi sore, selepas minum ramuan khasiatnya yang membangkitkan energiku sore tadi. Kubiarkan badanku menerima kehangatan air hangat keran kamar mandi sambil bersandar kupejamkan mata.
Setelah lama tak terdengar lagi suara Kak Rani, aku menghentikan usapan sabun di tubuhku dan berusaha berdiri mengarah ke pintu tempat handuk bergantung. Bersamaan dengan itu Terdengar pintu kamar terbuka. Dari celah pintu kamar mandi, dari kaca rias di kamar aku melihat jelas pembantu Kak Rani si Vina masuk ke dalam sambil membawa kain bersih di nampan bersama teh hangat dan kue kecil bertumpuk di piring.
Saat membersihkan tempat tidur, dari ujung seberangku hingga berputar mendekati kamar mandi, aku telah kering menyeka basah tubuhku, yang kulilit handuk sepinggang. Saat membungkuk membetulkan seprei tempat tidur sambil membelakangiku, perlahan aku keluar kamar mandi dan merangkulnya dari belakang.
– Aih! pekiknya kecil terkejut.
Masih membungkuk, kuremas dada dan perutnya dalam pelukanku, kuarahkan dia menatap cermin meja rias, yang terlihat jelas belahan dadanya tersembul dibalik dasternya yang sedikit ketat. busana remaja sekarang memang sexy, membuatku senang menatap pemandangan indah di cermin. Vina yang meronta berusha berdiri dan melepas tanganku mulai mengerutkan dahi tanda risih.
– Nyonyamu mana sayang ? tanyaku
– Errhh!! Keluar ke temannya, ada yang ingin bertemu degnannya di daerah mall.
– Uhhh!! Tolong lepaskan mas pintanya memelas
– Hmm, terus teh ini untuk siapa Vina ?
– Untuk mas, sesuai pesan nyonya tadi.
– Apa saja pesannya ? sambil menggerayangi tubuh remajanya yang masih kencang ini, aku mengarahkannya ke arah meja rias.
– Untuk melayani mas sebelum nyonya datang. Aarhh!!
Pekiknya saat tangan kiriku yang memgang perutnya mulai turun ke bawah. Kuraih pangkal pahanya yang masih rapat tertutup pahanya, kuremas buah dadanya dari belakang, sambil kugesek gesekan pusakaku pada pantat atau punggungnya, sekenanya. tangannya berusaha menggapai tepian meja rias, kursi rias ataupun karpet bulu di kamar, berusaha menopang tubuhnya agar tak jatuh.
– Yah layani aku dong Vina aku kan ingin kau melakukannya
– Arrh!! pekik Vina,
saat kupegang pergelangan tangannya, kuputar badannya menghadapku, yang dengan cepat menarik ke atas dasternya menutup muka dan menahan tangannya di atas. Kutarik kebawah dengan cepat celana dalamnya dan saat membungkuk segera kuraih bra yang menutup dada ranumnya.BandarQ
Kulepaskan bra dan celana dalamnya, memperlihatkan tubuhnya yang ramping indah masa2 remajanya. wajahnya masih tertutup daster yang berusaha ditariknya keluar. Kubantu Vina melepas dasternya, hingga terlihat sekarang ia menggigit bibir bawahnya sambil memelas wajahnya menatapku
– Jangan mas .. ampun mas
– Jadi kau tak mau melayaniku ? kubiarkan diriku duduk di tempat tidur.
– Jangan melayani ini mas nanti sakit mas
– Tapi ada nikmatnya kan ?
Vina tak menjawab. Ia menutupi kedua buah dadanya dengan menyilangkan tangannya, menutup erat pangkal pahanya dengan merapatkan lututnya kesamping setengah ditekuk. Wao! terlihat indah nian dipandang bentuk dan pose yang dilakukan Vina di depanku.
– Vina sayang, cobalah kau menikmatinya dengan hati terbuka, ikhlas.
– Engkau malah akan merasakan rasa nikmat yang beda dengan usaha penolakanmu. rayuku
Vina diam saja.
– Kalau Kak Rani senang dengan pelayananmu padaku, tentunya sikap Kak Rani akan baik kepadamu kan ?
– Kemarilah Vina sayang kataku perlahan sambil berdiri.
– Engkau cantik kuarahkan mukaku ke wajahnya dan mulai mencium pipi, ke arah telinga terus ke leher.
– Engkau gadis sexy Vina. kulitmu bagus kuhisap bahunya, turun ke bawah ke depan.
Mulai terasa pangkal buah dadanya mengeras, bergetar lembut saat tanganku mengajak pergelangan tangannya menjauhinya. Kubenamkan mulutku, menghisap dan mnggigit dada ranum kenyal, ketat milik Vina. Vina diam saja, masih menggigit bibir bawahnya, mulai menunduk dengan mata terpejam, terkulai ke kanan.
Kupeluk tubuh rampingnya, Kuremas kedua pantatnya, Kulebarkan pahanya. Kulakukan remasan selama beberapa waktu sampai akhirnya kupeluk erat dan kubaringkan ke karpet bulu di kamar Kak Rani ini.
Masih terpejam mata Vina, bibirnya setengah terbuka, kedua tangannya mendekap kepalaku. Kutindih badannya, kubuka kakinya lebar2 dengan usaha kakiku, kugesekkan perlahan handuk yang melindungi pusakaku ke pangkal pahanya. Kakinya terbuka secara suka rela, tertekuk lututnya.
Nafasnya tersengal saat pusakaku yang mulai mengeras menekan pangkal pahanya. Vina meremas tangannya di kepalaku saat tubuhku mendorong maju mundur dan menekan ke bawah. Merintih dan mengerang sambil menggoyangkan badannya mencari irama yang diinginkannya.
Tak terasa lama kami saling memagut, menekan dan mendekap pasangannya masing, sampai mulai terasa hangat pusakaku menyentuh tubuhnya. Handukku telah terlepas. Sedikit mengangkat panggul aku mengarahkan kepala pusakaku ketengah pangkal paha Vina. Vina diam tak bereaksi menunggu saat2 itu tiba. Kepalaku didekap erat sambil mengerang
– ERrrgh!!
Saat kepala pusakaku mulai menempati posisi yang pas pada milik Vina. Segera kudorong tubuhku sambil menekan membuatnya membuka mulut, tapi tak berusara. Matanya terpejam dan terbuka sesaat, bergantian, seirama dengan goyangannya mengimbangi dorongan dan tekananku. Beberapa waktu kemudian
– AAARRRGH!! pekiknya nyaring, pendek, dan terbuka lebar mata dan mulutnya
Sambil berkelojotan, bergoyang dan bergetar semua tubuhnya menghimpit rapat pingggangku. Pahanya yang erat menjepitku sekarang diringi gemetar semua dadanya. Kemudian Vina diam, memejamkan mata, masih berair ujung kelopak matanya, tapi sedikit tersenyum Vina masih mengelus kepalaku.
– Enak kan sayang ?? bisikku di telinganya, tanpa menghentikan gerakanku.
Masih dengan irama yang sama aku sekarang duduk berlutut dihadapnnya, membuka lebar kakinya dengan keuda tanganku di betisnya yang kuangkat ke atas. Tangannya sekarang mencengkeram kursi rias dan karpet bulu di salah satunya.
Kepalanya masih terkulai ke kanan, mengangguk-angguk. sambil menekan bibir bawah ia mulai merintih lagi. Pintu kamar terbuka dari luar!! Kuangkat kepalaku dan Kak Rani masuk. sambil menatap kami ia tersenyum kecil, meletakkan pantantnya di kasur, melepaskan sepatu tingginya.
DI pintu, masuk lagi seorang wanita tinggi, lebih muda dari Kak Rani dengan kurus panjang wajahnya mirip gadis foto model. Bajunya yang terikat diujung bawahnya memperlihatkan branya yang gelap membungkus dadanya yang kencang. Rok jeans sepaha yang dikenakannya terlihat amat sangat sexy membungkus pahanya yang putih.
Lalu masuk lagi seorang wanita pendek dengan tubuh yang sedikit lebih lebar dari Kak Rani, tetapi memiliki buah dada yang teramat besar. Baju putihnya lurus membungkus menutupi bentuk tubuhnya yang sedikit lebar itu, tanpa dapat menyembunyikan besar dada di depannya.
– Sayang, ini Sally dan yang baju putih ini Sovie. yang kemudian menyebutkan namaku kepada mereka
– Yang di bawah tu si Vina, masih perawan dia tadi pagi. senyumnya kepada temannya.
Aku tidak menghentikan gerakanku, masih menikmati denyutan di dalam lubang Vina yang sekarang ikut menoleh ke arah mereka. Bingung ia harus berbuat apa sementara tubuhku masih mendorong keluar masuk pusakaku ke dalam lubang miliknya.
Kak Rani keluar kamar sambil menepuk pundak Sally
– Ayolah kalo kau menginginkannya.
– Yuk Ndut, kita ke dapur dulu. ajak Kak Rani ke arah Sovie.
Kulihat Sally mulai melepaskan perhiasannya, meletakkan dalam tasnya. Membuka kancing bra dan ikatan bajunya, meletakkannya di kursi rias sambil mendekat kearahku. Kulihat Jelas buah dadanya bagus menjulang, ujungnya runcing membuatku ingin menghisapnya. Sedikit membungkuk ia menurunkan rok jeans yang telah terbuka resletingnya. celana dalam coklat gelap dengan bordir indah menambah indah bentuk lekukan bawah pusar si Sally.
– Mas kata Sally perlahan sambil mendekatkan wajahnya menciumi punggungku yang masih bergoyang berirama.
Sally merangkulku dari belakang, dan mengesekkan tubuhnya pada punggungku, kurasakan dadanya yang kenyal dan ketat itu menekan punggungku. Kemudian ia bangkit sedikit berdiri, menempelkan perutnya ke punggungku.
Kurebahkan miring si Vina di bawah, kakinya kanannya kusilangkan dengan kaki kirinya, pahanya sedikit merapat, pangkal pahanya seditkit lebih menjepit erat miliku. Vina merintih, kali ini meremas karpet disebelahnya erat2, kemudian sambil merapatkan bibir ia mengejang.
Tanganku yang memegang kakinya merasa getaran kejang2 cepat yang kemudian berhenti, tapi dengan otot2 tubuh yang masih mengejang. badannya setengah tertekuk ke samping, lubangnya terasa lebih sempit dari sebelummnya saat itu.Kemudian ia diam tak bergerak, dengan masih rebah miring dan kaki terangkat satu. Ia tak bergerak, diam lemas tapi masih mencengkeram karpet bulu.
Dari tadi tubuhku tetap bergoyang dengan irama yang sama menekan ke depan dan ke bawah.Aku tidak melihat perlawanan lagi. Tapi lubang milik Vina itu aku masih suka mengolahnya dengan pusakaku. Tidak sesempit sesaat tadi, tapi masih terasa menjepit dan berdenyut saat aku menghentikan sebentar gerakanku.
Sally yang tanganya sudah gatal telah memulai meremas dadanya sendiri, menyaksikan kelojotan dan kejangan Vina di hadapannya. Sambil meraih pergelangan tangan kiriku, ia menyodorkan kemaluannya, menempelkan tangannya di situ sambil menggesekan tubuhnya ke tanganku. Sedikit kujepit dengan ibu jari dan telunjukku, kubuat celana dalam Sally sedikit turun ke bawah.
Dari samping kemudian merangkulku, duduk di paha kiriku, menghadapku. Membuka pahanya lebar2 dan membenamkan pangkalnya ke pahaku. Dicondongkannya tubuh bawahnya hingga lebih menempel, menggesekkan kemaluannya ke pahaku. Kemudian menggesek kedua dadanya di bahu kiriku, naik turun.
Kulepaskan si Vina yang terdiam di lantai, kuajak berdiri sebentar si Sally, kemudian mengajaknya duduk di kursi rias. Kutarik lepas celana dalamnya, tubuh Sally yang aduhai ini telah duduk di kursi rias dengan terbuka lebar pahanya.
Segera kudorong bersandar ke meja rias, ia menopang sikunya. Pangkal pahanya dicondongkan ke arahku, memperlihatkan bentuk kemaluannya yang terselimut bulu tebal dari bawah pusar hingga sekeliling pangkal kakinya. kakinya dibuka sedemikian lebar hingga kedua tanganku dapat membuka belahan bawah Sally dan memijitnya perlahan.
– UUUhhggghh Mengecil mulut Sally ke depan, melenguh melepaskan nafas.
Kumasukkan pusakaku ke dalam milik Sally, kulakukan gerakan maju mundur dengan irama perlahan. Terasa masih kering lubang Sally, sehingga masih terasa dinding pusakaku menggesek lubang Sally saat berusaha masuk.
Sally tersenyum nakal. dan mulai menggoyangkan naik turun bawah perutnya, membuatku semakin bersemangat menekan tubuhnya. Kupercepat gerakanku. ku tak peduli jika aku mencapai puncakku sebentar lagi. Tapi herannya, perasaan rileks di kepalaku dan nafas teratur miliku seperti malah membuatku tidak sampai2 pada ujung nikmatku.
Sudah tegang pusakaku bersama si Vina, Sudah bergesekan di lubang sempit miliknya berulang kali. Kali ini dengan Sally, lubang keringnya yang menggigit dinding pusakaku, juga tak sanggup melepaskan energi yang kutunggu dari tadi. Heran juga ku sekilas.
Tapi dorongan2 dan tekanan tajam, cepat dan berulang kepada Sally membuat lubangnya mulai basah juga. Dengan cepat ia merangkul kepalaku, pahanya dengan sigap dan cepat merangkul pinggangku, sehingga membuatku bangkit, menggendongnya, dan mendorong lubang di bawah badannya dalam-dalam.
– AArghhh!! nikmat mas
Badan Sally bergoyang dalam gendonganku. Kadang naik turun, kadang maju mundur, sambil terus menjepit kepalaku dengan tangan, dan pinggangku dengan kakinya. Kuajak ia berjalan keliling kamar Kak Rani. Merintih si Sally bergoyang pantatnya terdorong pahaku yang melangkah maju bergantian.
Semakin erat genggamn Sally, dan semakin memburur nafasnya. Kubuka handle pintu kamar Kak Rani, kubuka pintunya, kuberjalan ke ruang tengah sambil menggendong Sally yang bergoyang goyang mencari kesenangannya.
Kulihat Kak Rani di depan tv ruang tengah, melihat film porno asia, pemerkosaan gadis sekolah jepang di tv layar lebarnya. Kulihat Kak Rani menatap layar sambil menerawang matanya. Pakainnya telah kebawah, tinggal bra di dadanya yang sedikit melorot juga, tanda kancing belakangnya telah terlepas.
Kulihat kebawah, kaki Kak Rani bergoyang-goyang mengapit kepala si Sovie yang mengulum lekukan bawah tubuh Kak Rani. Sambil bersandar dan melirik kami, Kak Rani membenamkan kepala Sovie dalam2. Mulut Kak Rani terbuka, setengah bergoyang ia melambai kearahku. Mengajakku mendekat.
Sally yang kugendong tambah mempererat genggamannya saat kulewati tv itu, membuat Sally melihat dan mendengar jelas teriakan, erangan dan tangisan keras gadis sekolah yang terpampang di tv, dikerjai oleh si pria dewasa. Sally mempercepat ayunannya dan kulihat matanya melotot melihat tv, mempererat jepitannya, merintih-rintih kemudian
– ARrrghhhh!! AAAHhHHHHHHhhhh
Badannya bergunjang dalam gendonganku, bergetar dan mengejang sesaat. Kemudian melapaskan tangan dan kakinya, hendak turun. Kubiarkan ia merosot ke bawah, ke lantai berselimut bulu tebal itu. Ia terbaring miring sambil tersenyum padaku.
Kak Rani terpejam dan terbuka matanya bergantian, menikmati sapuan lidah dan hisapan si Sovie yang setengah telanjang berbaring di bawah. Kutarik meja ke pinggir memperluas ruang tengah ini, kutarik kursi sofa kecil ke arah mereka berdua.
Kuangkat gaun putih bagian bawah milik Sovie. gaunnya di tengah tubuhnya sekarang bergantung, karena bagian atasnya sudah terlepas semua hingga pinggang. Tak kulihat celana dalam si Sovie di badannya.
Coba kuangkat sedikit pahanya, mengajaknya bersandar telungkup di kursi yang kusiapkan. Masih melumat milik Kak Rani, si Sovie mulai melirik ke arahku. Kubuka sedikit pahanya, yang diteruskan dengan usahanya sendiri membuka lebar2 dan sedikit menungging bagian bawahnya. merangarahkannya kepadaku.
Ah, segera kusiapkan pusakaku berganti lubang sekarang. Kumasukan perlahan. sempit. Sovie menjerit kecil dalam benaman pangkal paha Kak Rani. Perlahan kumasukan pusakaku yang basah ini memasuki lubang Sovie. Wanita ini gemuk, sehingga membuat lubangnya sempit, atau ia jarang melalukan sehingga terasa sempit ?
Perlahan tapi pasti, pusakaku sudah di dalam lubang Sovie. kukoyak kesamping, kedorong kedepan, kebenamkan dalam-dalam ke bawah, kugoyang kesegala arah. Aku senang dinding pusakaku terpijit denyutan ruang dalam Sovie.
– Ah!! pekiknya tertahan
Lubang Sovie, hampir sesempit lubang Vina. Tapi kali ini ia memijit pusakaku di dalam, membuatnya berbeda dengan milik si Vina. Kudorong terus si Sovie, kuingin terus meraih sensasi di pijitan di ruang dalam miliknya.
Tak beberapa lama, aku mulai gemetar, kupercepat gerakanku, kuperhatikan Kak Rani yang terpejam matanya, terlentang lemas, Sovie yang tidak mengulum kemaluan Kak Rani, mulai terengah-engah, telungkup di kursi kecil. Badannya sedikit bergoyang sambil terus merapatkan pantatnya, berusaha keras menjepit pusakaku saat beraksi di lubangnya. Kurasakan si Sovie ini yang paling lihai diantara mereka.
Dengan meremas pantatnya, kubenamkan dalam2 pusakaku ke lubang Sovie, menegang paha dan lututku, mengeluarkan cairan hangat yang kutunggu dari tadi. Kusampai puncak nikmatku dengan wanita sintal tapi lihai ini. Kulihat ia tersenyum menoleh kepadaku, terengah engah membiarkan lubangnya tersiram air hangat dari dalam tubuhku.
Sesaat sambil meluruskan kaki, terduduk di bawah bersandar sofa, aku merasa ada yang aneh saat kuperhatikan pusakaku masih bediri tegak. Aku sudah yakin mencapai puncak nikmat saat bersama Sovie tadi, tapi pusakaku belum bergerak melingkar lemas kebawah.
Kupegang, masih tegang dan kencang. Kuteguk cangkir minuman disampingku, kurasakan hangat tehnya, sambil menutup mata dan menyandarkan kepalaku ke sofa aku beristirahat memejamkan mata.
Setengah sadar aku merasakan beban berat mendidihhku, bersamaan terjepitnya pusakaku kedalam lubang bawah wanita. Kurasakan semua gerakan ayunan dan goyangan cepat berlangsung lama di atasku bersamaan dengan pekik panjang suara si Sovie.
Tak lama setelah mengangkat badannya, kembali aku tertindih berat tubuh wanita yang membenamkan pusakaku ke dalam liang lubang wanitanya. Kudengar suara Kak Rani sekarang terengah dan menjerit terus menerus. Mulai kudengar pula suara Sally ikut tertawa perlahan dan bergantian menindih tubuhku sambil menggoyangkan pangkal pahanya mencari kenikmatan. Mereka terus melakukan secara bergantian.
Akhirnya tak terdengar suara dan gerakan lagi Kubuka mataku dan melihat mereka bertiga tertidur di karpet, semua dengan telanjang bulat. Kucoba bangkit, merasakan tenagaku mulai pulih, aku bergerak perlahan ke kamar Kak Rani, sambil memperhatikan pusakaku yang masih terus berdiri tegak.
Aku masih teringat Vina, remaja belasan tahun yang masih sangat ingin kujamah dan mengolah tubuh molek kencangnya bersama lubang kenikmatannya yang sempit.
Jumat, 26 Januari 2018
Nikmatnya Bercinta dengan Wanita Sexy Dengan Tubuh yang Menggoda
Tags
# Cerita ABG
# Sedarah
About Admin Kece
Soratemplates is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design. The main mission of soratemplates is to provide the best quality blogger templates which are professionally designed and perfectlly seo optimized to deliver best result for your blog.
Sedarah
Label:
Cerita ABG,
Sedarah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar